1 Januari 2026, Angkutan Batu Bara Dilarang Total Lewat Jalan Umum: Gubernur dan APB Sumsel Sepakat Dorong Percepatan Jalan Khusus


CAHAYASERELO.COM, Palembang
— Gubernur Sumatera Selatan, Dr. H. Herman Deru, kembali menegaskan bahwa mulai 1 Januari 2026, seluruh angkutan batu bara di Sumsel dilarang melintasi jalan umum. Pernyataan ini ditegaskan usai menerima audiensi Asosiasi Pertambangan Batubara (APB) Sumsel di Griya Agung, Selasa (5/8/2025), menyusul musibah robohnya Jembatan Air Lawai B di Kabupaten Lahat, akhir Juni lalu.

“Kita tidak lagi bicara soal kepentingan bisnis, ini sudah menyangkut kemanusiaan. Maka yang tidak mendukung, perlu dipertanyakan kemanusiaannya,” tegas Gubernur Deru.

Menurut Deru, larangan angkutan batu bara melalui jalan umum terbukti efektif. Sejak diberlakukan sementara pasca ambruknya jembatan di Muara Lawai, kemacetan di Muara Enim dan kawasan Merapi, Lahat, langsung berkurang signifikan.

Jalan Khusus dari Tanjung Enim ke Lahat Disiapkan

Sebagai solusi permanen, Pemerintah Provinsi Sumsel bersama APB sepakat untuk mempercepat pembangunan jalan hauling khusus batu bara dari Tanjung Enim ke Lahat. Hal ini juga sejalan dengan proyek jalan khusus sepanjang 26,4 kilometer yang telah diresmikan Gubernur pada Senin (4/8) di Merapi Timur, Lahat, yang dibangun oleh PT Levi Bersaudara Abadi (LBA).

“Jalan khusus ini akan menjadi jalur hilir-hulu, khusus batu bara, agar keluhan masyarakat bisa teratasi,” jelas Deru.

APB Siap Bangun Ulang Jembatan Muara Lawai

Dalam pertemuan tersebut, Ketua APB Sumsel Andi Asmara menyampaikan bahwa pihaknya siap membiayai penuh pembangunan ulang Jembatan Air Lawai B, yang roboh akibat dominasi angkutan batu bara.

“Kami bertanggung jawab penuh. Tinggal menunggu hasil perhitungan teknis dari Balai Besar Jalan Kementerian PUPR,” kata Andi.

Jembatan tersebut akan didesain ulang menggunakan teknologi komputer, dan pendanaannya siap digelontorkan begitu perhitungan teknis selesai.

APB Siap Tertib Aturan dan Bangun Jalur Distribusi Sendiri

Meski menyebut bahwa truk batu bara bukan satu-satunya penyebab robohnya jembatan, Andi mengakui dominasi aktivitas angkutan tambang di wilayah tersebut.

“Kami tidak menampik aktivitas kami cukup dominan. Musibah ini menjadi momentum untuk memperkuat infrastruktur sektor tambang,” ucapnya.

Saat ini, APB Sumsel mencatat ada sekitar 60 perusahaan tambang aktif di Sumatera Selatan, dengan target produksi mencapai 147 juta ton batu bara tahun ini. Distribusinya melibatkan jalur kereta api dan akan terintegrasi dengan jalan hauling milik PT Servo Lintas Raya (SLR).

“Kami siap patuh aturan, termasuk keterlibatan dalam pengerjaan infrastruktur jika diminta oleh pemerintah,” tegas Andi.

APB juga berharap koordinasi yang kuat dengan pemerintah agar distribusi batu bara tetap lancar tanpa merugikan masyarakat.

Wagub Tegaskan Sanksi Jika Tetap Lewat Jalan Umum

Wakil Gubernur Sumsel, H. Cik Ujang SH, turut hadir dan menegaskan bahwa mulai 1 Januari 2026, hanya jalur khusus atau kereta api yang boleh digunakan angkutan tambang.

“Kalau masih ada yang lewat jalan umum, pasti kena sanksi. Masyarakat sudah cukup sabar selama ini,” tegasnya.

Mantan Bupati Lahat ini juga mendorong perusahaan tambang untuk saling menyinergikan wilayah konsesi mereka agar jalur hauling bisa terkoneksi efisien. Ia juga meminta PT KAI untuk mengoptimalkan jalur kereta sebagai alternatif utama.

ISPU di Merapi Sudah Lewati Ambang Batas

Salah satu alasan kuat percepatan ini adalah kondisi pencemaran udara yang makin memburuk. Gubernur Deru menyebut Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di kawasan Merapi sudah melewati ambang batas wajar akibat aktivitas truk batu bara.

“Kalau bukan sekarang dibangun, kapan lagi. Ini soal udara yang dihirup anak-anak kita,” tegasnya.

Deru menilai proyek jalan khusus batu bara sebagai legacy infrastruktur yang akan memberikan dampak jangka panjang, baik terhadap keselamatan masyarakat, kelancaran ekonomi, maupun pelestarian lingkungan. (*)